Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar
DIPONEGORO
Di masa pembangunan
ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum
menjadi api
Di depan sekali tuan
menanti
Tak gentar. Lawan
banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan,
keris di kiri
Berselempang semangat
yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak
bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda
menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas
menghamba
Binasa di atas
ditindas
Sesungguhnya jalan
ajal baru tercapai
Jika hidup harus
merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang
iseng sendiri
Perahu melancar,
bulan memancar,
di leher kukalungkan
ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut
terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai
padanya.
Di air yang tenang,
di angin mendayu,
di perasaan
penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta,
sambil berkata:
“Tujukan perahu ke
pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah
bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama
‘kan merapuh!
Mengapa Ajal
memanggil dulu
Sebelum sempat
berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia
mati iseng sendiri.
YANG TERAMPAS DAN
YANG PUTUS
kelam dan angin lalu
mempesiang diriku,
menggigir juga ruang
di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk,
rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet
(daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam
kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi
lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya
tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan
sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
PERSETUJUAN DENGAN
BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi
tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama
dengan bicaramu
dipanggang diatas
apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17
Agustus 1945
Aku melangkah ke
depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku
sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan
aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku
kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku
kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai
sampai jauh
terasa hari akan jadi
malam
ada beberapa dahan di
tingkap merapuh
dipukul angin yang
terpendam
aku sekarang orangnya
bisa tahan
sudah berapa waktu
bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada
suatu bahan
yang bukan dasar
perhitungan kini
hidup hanya menunda
kekalahan
tambah terasing dari
cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang
tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya
kita menyerah
SENJA DI PELABUHAN
KECIL
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada
yang mencari cinta
di antara gudang,
rumah tua, pada cerita
tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat
kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram,
desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal
akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan
air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku
sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung,
masih pengap harap
sekali tiba di ujung
dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat,
sedu penghabisan bisa terdekap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar