MANUSIA DAN KEINDAHAN
1. Keindahan
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar
atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika, sosiologi,
psikologi sosial, dan budaya. Sebuah "kecantikan yang ideal" adalah
sebuah entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan
keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.
Apakah itu keindahan?
Mungkin
banyak yang bingung ketika ditanya soal ini. Tetapi akan berbeda ketika melihat
suatu benda dan seseorang bisa menilai bahwa itu indah, mengapa demikian?
Karena keindahan merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dengan adanya bentuk fisik
itulah keindahan dapat berkuminikasi secara langsung dengan yang melihatnya dan
mengirimnya ke otak dan menyimpulkan bahwa benda tersebut memiliki keindahan.
Berikut
beberapa pengertian keindahan menurut para ahli :
1.
Menurut Sulzer keindahan itu ialah yang indah itu
hanyalah yang baik. Jika belum baik, ciptaan itu belum indah. Keindahan harus
dapat memupuk perasaan moral. Jadi ciptaan amoral adalah tidak indah, karena
tidak dapat digunakan untuk memupuk moral.
2.
Menurut al – Ghazzali
Hal yang paling indah ialah yang mempunya semua
sifat-sifat perfeksi yang khas bagi karangan atau tulisan, seperti keharmonisan
huruf-huruf, hubungan arti yang tepat satu sama lainnya, pelanjutan dan spasi
yang tepat dan susunan yang menyenangkan.
3.
Menurut Alexander Baumgarten ( Jerman )
Keindahan itu dipandang sebagai keseluruhan yang
merupakan susunan yang teratur daripada bagian-bagian yang bagian-bagian itu
erat hubungannya satu dengan yang lain juga dengan keseluruhan.
Kontemplasi dan Ekstansi
Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan
yang didasarkan pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi.
Kontemplasi adalah dasar dari dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang
indah. Ekstansi adalah dasar dari dalam diri manusia untuk menyatakan,
merasakan dan menikamti sesuatu yang indah. Bila kedua dasar ini dihubungkan
maka akan terbentuklah penilaian bahwa sesuatu itu memiliki keindahan. Dan
apabila kontemplasidan ekstansi dihubungkan dengan kreativitas, maka
kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan. Sedangkan
ekstansi merupakan factor pendorong untuk merasakan. Karena drajat kontemplasi
dan ekstansi itu berbeda, maka tanggapan terhadap karya seni juga berbeda-beda.
Ini bisa tergambar dari seorang seniman yang lebih cenderung menciptakan
suatu karya yang indah dan memiliki nilai, ini bisa disebut dengan kontemplasi
dan tidak semua orang tidak memiliki hal seperti ini yang berjiwa senimanlah
yang cenderung memiliki hal tersebut. Sebaliknya, bagi bukan seorang seniman ia
lebih suka menilai, merasakan, menikmati sebuah karya seni dari pada
menyiptakan sebuah karya. Sehingga ia hanya bisa menikmati keindahan dan tak
mampu membuat keindahan, inilah yang bisa disebut dengan Ekstansi.
Nilai Estetika
Apakah nilai estetika itu? Dalam bidang
filsafat, istilah nilai sering kali sebagai suatu kata benda yang berarti
keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology
and related sciences di berikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi
sebagaiberikut:
“ The believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of
any object which causes it to be on interest to an individual or a group “.
(kemampuan yang dipercaya ada pada suatu benda untuk memuaskan suatu keinginan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan minat seseorang atau sesuatu
golongan).
Apa Sebab Manusia Menciptakan Keindahan?
Pastinya karena setiap manusia mempunyai rasa ingin
sesuatu yang terlihat indah dari dalam dirinya. Contohnya saja dalam mendesain
sesuatu setiap orang pasti ingin hasilnya terlihat bagus dan indah. Keindahan
itu pada dasarnya adalah alamiah. Yang artinya tidak berlebih – lebihan tetapi
tidak kurang. Contohnya seorang seniman yang membuat sebuah karya seni, si
seniman A dinilai karyanya enak dipandang dan rasanya karyanya pas untuk
dinikmati sedangkan seniman B karyanya dinilai terlalu berlebihan entah dari
warna bentuk yang membuat karya itu kurang enak untuk dipandang dan dinikmati.
Pastinya dalam mengungkapkan keindahan dalam karya seni didasari oleh
motivasi dan tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa sebuah pengalaman atapun
kenyataan mengenai hal-hal yang pernah
kita alami, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan perubahan nilai dan
moral dalam masyarakat, emngenai keagungan Tuhan dan sebagainya. Sedangkan
tujuan itu sendiri dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia,
kegunaan manusia secara kodrat. Berikut ini merupakan beberapa alasan mengenai
tujuan dan motivasi seseorang menciptakan keindahan :
1. Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yang sudah mendarah daging dengan adat
istiadat yang sudah ada dinilaisudah
tidak sesuai dengan keadaan yang ada, sehingga dirasakan sebagai
hambatan yang merugikan dan mengorbankan nilai nilai kemanusiaan. Contoh
sederhananya adanya kasta, perbedaan derajat antara laki-laki dengan perempuan,
perbudakan dan lain-lain. Tata nilai ini dipandang mengurangi nilai moral,
sehingga dianggap merugikan nilai-nilai kemanusiaan sehingga dinilai tidak
indah. Yang di nilai indah ialah yang mengandung nilai nilai yang menghargai
dan mengangkat martabat manusia.
Inilah yang menjadi seseorang ingin memperbaiki hal
tersebut dengan tujuan merubah keadaan tersebut.
2. Kemerosotan Zaman
Keadaan yang merendahkan derajat dan nilai kemanusiaan
ditandai dengan kemerosotan moral.kemerosotan moral dapat kita ketahui dari
tingkah laku maupun perbuatan manusia yang sudah rusak terutama mengenai
tentang kebutuhan seksual. Hal yang seperti inilah dapat dikatakan sudah tidak
indah. Oleh karena itulah hal yang tidak indah semacam ini perlu dihilangkan
dengan mengungkapkan protes lewat karya seni.
3. Penderitaan Manusia
Banyak hal yang dapat membuat manusia menderita.
Tetapi sebenarnya manusialah yang membuat orang lain menderita akibat sifat
yang dimiliki setiap manusia berbeda-beda ada yang serakah, egois, ceroboh dan
sebagainya.
Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tarik dan
tidak menyenangkan, karena nilai kemanusaan telah diabaikan, dan dikatakan
tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karna tidak ada manfaatnya
bagi kemanusiaan.
4. Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan bisa dibuktikan dengan keindahan dunia
ini dan yang berada di dalamnya. Ntah itu dari bentuk, tata ruang, keteraturan
dan lain-lain. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan tersebut dan tidak akan
bidsa menyiptakan bahkan menyamai keindahan ciptaan Tuhan. Misalnya seorang
pelukis yang melukis objek pemandangan, ia hanya bisa meniru objek tersebut
tanpa bisa menyiptakannya
2.
Renungan
Renungan berasal dari kata renung;
artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan
dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung untuk menciptakan
seni ada beberapa teori. Teori-teori itu ialah : teori pengungkapan, teori
metafisik dan teori psikologik.
(a).
TEORI PENGUNGKAPAN
Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art
is an expression of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari
perasaan manusia ). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh
seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh
teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce
(1886-1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris
“aesthetic as Science of Expresion and General Linguistic”. Seorang tokoh
lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa
kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang
seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan
perantaraan pelbagai gerak, garis, wama, suar dan bentuk yang diungkapkan dalam
kata-kata mernindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan
yang sama.
(b). TEORI
METAFISIK
Teori seni yang bercorak metafisis
merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang
karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi
keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori
peniruan (imitation theory).
(c).
TEORI PSIKOLOGIS
Teori-teori metafisis dari para filsuf
yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi tentang ide
tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan, karena terlampau
abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam abad modem menelaah
teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya
dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasaikan
psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan
keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman.
Suatu teori lain tentang sumber seni
ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan
Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan
batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Sebuah
teori lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan
(signification Theory) yang meman
.
3. Keserasian
Keserasian berasal dari kata serasi
dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata
cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan
seimbang.
Dalam pengertian perpaduan misalnya,
orang berpakaian hams dipadukan wamanya bagian atas dengan bagian. bawah. Atau
disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cars memadu itu kurang cocok, maka akan
merusak pemandangan. Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir
menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok
tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut
adalah kesatuan (unity).Filsuf Ingris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa
keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara
pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is unity of formal relations among
our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu
keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.
(a). TEORI
OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
The Liang Gie dalam bukunya garis
besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori
obyektif dan teori subyektif.Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan
adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan menmpakan sesuatu
yang ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang
mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok
teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan teon subyektif.Pendukung teon
obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teon
subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burke.
Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan
atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita) yang memang
telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang
mengamatinya. Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan
keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri
seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung
pada pencerapan dari si pengamat itu. Yang tergolong teori subyektif ialah yang
memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam
pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau
menikmati benda itu.
(b) TEORI PERIMBANGAN
Teori obyektif memandang keindahan
sebagai suatu kwalita dari benda-benda: Kwalita bagaimana yang menyebabkan
sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori
perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di
Empa. Sebagai
contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.
Teori perimbangan tentang keindahan
dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas,
yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap
sebagai kualita dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian).
Bangsa Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat
sebagaimana terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata
dapat diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah.
Teori perimbangan berlaku dari abad
ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut
runtuh karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam
seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.
Keindahan hanya ada pada pikiran orang
yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang
berbeda-benda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan
sesungguhnya tercipta dan tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya
hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu tidak
mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
sumber : http://herutrimanggala.wordpress.com/2014/01/18/manusia-dan-keindahan/
sumber : http://herutrimanggala.wordpress.com/2014/01/18/manusia-dan-keindahan/